Perang Puputan Margarana, Kronologi Tokoh dan Dampaknya

Sejarah perang mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia di Bali terwujud dalam Puputan Margarana tanggal 20 November 1946. Ini adalah pertempuran habis-habisan yang dilancarkan kaum pejuang dan rakyat Bali melawan pasukan Belanda yang ingin berkuasa kembali.

Perang Puputan Margarana dikenal juga dengan perang Bali. Perang terjadi karena masyarakat Bali ingin mengusir penjajah Belanda yang selama keberadaannya menyebabkan ketidakstabilan sosial politik.

Pada masa itu Belanda ingin menguasai kerajaan Klungkung yang sudah berdiri dari abad ke-9. Ini yang melatarbelakangi terjadinya perlawanan. Seperti apa kronologi terjadinya perang ini, berikut penjelasannya.

Kronologi Terjadi Perang Puputan Margarana

Perang yang merupakan bentuk perlawanan masyarakat Bali ini terjadi karena perjanjian Linggarjati pada 10 November 1946. Isi perjanjian antara pemerintah Indonesia dengan Belanda tersebut lebih menguntungkan pihak Belanda. Perjanjian Linggarjati mengukuhkan pengakuan territorial de Facto Indonesia hanya Belanda, Madura dan Jawa, tidak termasuk Bali. Hasil negosiasi kemudian memutuskan bahwa Belanda harus meninggalkan wilayah de facto dengan batas waktu 1 Januari 1949.

Namun pada tanggal 2-3 Maret 1949, Belanda mendaratkan 2000 lebih personel tentara di Bali. Bukan hanya itu, Belanda juga mendaratkan kapal di pelabuhan lepas pantai Bali. Dalam hal ini tujuan Belanda adalah menjadikan Bali sebagai Negara bagian timur Indonesia. Peningkatan kekuatan militer ini dianggap membahayakan posisi Indonesia. Selain itu aktifitas yang dilakukan oleh pemerintah Belanda beserta pasukan militernya juga membuat kekecewaan masyarakat Bali.

Perang Puputan Margarana dimulai dengan perlawanan Letkol I Gusti Ngurah Rai. Meskipun sebelumnya ditawarkan banyak fasilitas menggiurkan oleh Belanda, namun Letkol I Gusti Ngurah Rai memilih mempertahankan kedaulatan Indonesia. I Gusti Ngurah Rai menolak tegas pendirian Negara Indonesia Timur dengan melakukan perlawanan pada tanggal 18 November 1946. Perlawanan bersenjata ini direspon Belanda dengan mengerahkan tentara militernya untuk menghadapi masyarakat Bali.

Tokoh yang Terlibat Perang Puputan Margarana

 

Tokoh utama perang di Bali ini adalah I Gusti Ngurah Rai yang lahir pada 30 Januari 1917. Beliau merupakan tokoh militer yang berjasa bagi Kemerdekaan RI. I Gusti Ngurah Rai juga merupakan pendiri dan panglima pertama satuan angkatan bersenjata RI di Kepulauan Sunda Kecil. Letkol I Gusti Ngurah Rai merupakan pencetus perlawanan yang juga dikenal dengan perang Puputan Margarana. Berada di garis terdepan perlawanan bersenjata anti-Belanda di Pulau Bali. Beliau mendapat anugerah sebagai Brigadir Jenderal TNI (Anumerta).

Penghargaan ini diberikan karena I Gusti Ngurah Rai dengan gagah berani memimpin pertempuran dengan Belanda hingga gugur pada 20 November 1946. Namanya kemudian diabadikan menjadi nama Bandara Internasional yang ada di Denpasar, Bali. Bukan hanya itu, atas jasa-jasanya mempertahankan kedaulatan RI nama beliau dikenang menjadi nama jalan-jalan utama sekitar Pulau Dewata. Kemudian juga diabadikan menjadi nama stadion, Universitas serta kapal Angkatan Laut milik Indonesia.

Perang puputan sendiri bermakna penghabisan, yaitu peperangan mati-matian meski harus gugur di medan pertempuran. Bahkan jika tidak gugur di tangan musuh perlawanan harus diakhiri dengan bunuh diri seperti yang dilakukan penguasa Bali pada abad ke-20. Gugurnya Ngurah Rai pada saat pertempuran terjadi tidak diketahui secara pasti. Beberapa sumber yang merupakan veteran gerilya Bali mengatakan bahwa jasad I Gusti Ngurah Rai penuh luka bakar.

Dampak dari Perang Puputan Margarana

Perang secara habis-habisan ini merupakan perlawanan paling besar yang terjadi di Bali. Dampaknya sendiri cukup membawa pengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat setelah peristiwa terjadi. Selain gugurnya komandan Resimen Nusa Tenggara, I Gusti Ngurah Rai yang meninggalkan duka mendalam, pertempuran penghabisan ini memakan banyak korban. Setidaknya sebanyak 69 pasukan gugur di pihak Indonesia.

Dari pihak Belanda sebanyak 400 pasukan juga gugur di medan pertempuran Margarana. Banyaknya korban jiwa ini menandakan betapa pertempuran terjadi begitu dahsyatnya. Sekaligus sebagai bukti kesetiaan masyarakat Bali akan kedaulatan Indonesia. Akibat dari pertempuran yang dimenangkan oleh Belanda ini, maka terbukalah kesempatan untuk mendirikan Negara Timur Indonesia. Keinginan ini di kemudian hari masih tetap mendapatkan perlawanan-perlawanan meski tidak sebesar perang Puputan.

Dampak nyata langsung terlihat dari komposisi sosial perlawanan anti-Belanda dan pedoman ideologisnya. Semula didominasi oleh kasta atas yang berperan sebagai pasukan militer, tapi kemudian banyak juga rakyat biasa.  Pertempuran Margarana kemudian diabadikan dalam sebuah museum sejarah. Di dalam museum terdapat beberapa bagian penting salah satunya candi yang berisi surat jawaban dari I Gusti Ngurah Rai tentang patriotisme pasukan pendukung perang Puputan Margarana.